
Jangan Abaikan TBC di Masa Pandemi Covid-19 Menuju Eliminasi TBC Tahun 2030
Pada tanggal 24 Maret nanti, kita akan memperingati hari TBC/Tuberkulosis sedunia. Namun bagaimana penanganan TBC pada masa pandemi Covid-19 saat ini, sehingga harapan untuk tercapainya eliminasi TBC pada tahun 2030 dapat terwujud? Sejak awal tahun 2020 pemerintah Indonesia sudah menetapkan Covid-19 sebagai bencana non alam. Sampai saat ini, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif maupun yang meninggal akibat Covid-19 masih terus bertambah. Ketika dunia bersatu untuk mengatasi pandemi Covid-19, sangat penting untuk memastikan bahwa penyediaan layanan dan sistem operasional untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang lain tetap berjalan secara berkesinambungan, salah satunya adalah penyakit Tuberkulosis (TBC).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium, sejenis bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Penularan bakteri TBC terjadi melalui adanya percik renik pada saat seorang penderita TBC batuk, bersin, berbicara, berteriak atau bernyanyi. Fakta menunjukkan bahwa TBC telah membunuh sekitar 1 miliar orang dalam dua abad terakhir dan diperkirakan ada 104 juta kasus TBC baru di seluruh dunia (WHO, 2016). Menurut Global TB Report yang dirilis oleh World Health Organization pada tanggal 14 Oktober 2020, dikatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi dengan jumlah kasus yang dilaporkan sebesar 854.000 (8,5% dari jumlah dunia). Dari 854.000 pasien TB di Indonesia masih ada 47% yang belum terlapor dan mengakses pengobatan, hanya 543.874 insiden yang terlapor ke Kemenkes (2019).
Hasil data dari Sistem informasi Tuberkulosis (SITB) Kementerian Kesehatan RI per 16 Juli 2020 menunjukkan adanya penurunan angka persentase pelaporan kasus TBC pada masa pandemi Covid-19 periode Januari-Juni 2020 di fasilitas pelayanan kesehatan yakni puskesmas. Pada bulan Januari ada 54% puskesmas yang melaporkan kasus TBC, sedangkan pada bulan Juni hanya 27%. Begitu juga dengan rumah sakit, laporan TBC pada bulan Januari hanya ada 35%, sedangkan di bulan Juni semakin menurun menjadi 21%. Rendahnya pelaporan TBC di masa pandemi Covid-19 ini akan berdampak besar pada ledakan jumlah penderita TBC dunia termasuk di Indonesia. Diperkirakan akan ada penambahan 6,3 juta kasus TBC baru dan 1,4 juta kematian pasien TBC di dunia sepanjang tahun 2020-2025, ditambah lagi dengan adanya kasus TBC yang tidak terlaporkan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus TBC meningkat pada masa pandemi, yaitu :
- Kesibukan tenaga medis di fasilitas kesehatan dalam melayani pasien Covid-19, yang mengakibatkan kelalaian pada sistem layanan penyakit TBC, termasuk pengobatan dan diagnosis.
- Keterbatasan fasilitas dan ruang perawatan untuk pasien TBC karena penyedia layanan kesehatan terpaksa menggunakan fasilitas yang seharusnya digunakan untuk penderita TBC, menjadi ruang isolasi untuk merawat pasien COVID-19.
- Adanya pembatasan transportasi, yang menyebabkan pasien dan keluarga mengalami keterbatasan dalam mengakses layanan kesehatan untuk penyakit TBC. Pembatasan ini juga berdampak pada logistik obat dan alat pelindung diri (APD).
- Dukungan sosial yang diberikan kepada pasien menjadi sangat terbatas karena semua pihak diharuskan untuk menjaga jarak dan menghindari kontak secara langsung. Menurut hasil survei cepat Kementerian Kesehatan dengan Stop TB Patnership Indonesia tahun 2020 tentang implementasi protokol pelayanan TBC selama masa pandemi Covid-19 menjelaskan bahwa sebanyak 65% kader TBC berhenti melakukan investigasi kontak dan 47% kader berhenti melakukan penyuluhan TBC di lingkungan masyarakat, padahal kita ketahui bahwa kader memiliki peran penting untuk membantu pemerintah dalam memberikan penyuluhan seputar TBC, menemukan kasus TBC baru, dan tugas lainnya.
Untuk menjaga agar pelayanan TBC tetap berlangsung di masa pandemi Covid-19, maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan edaran No. 01.02/1/840/2020 tentang protokol pelayanan TBC dimasa pandemi Covid-19. Terdapat point-point penting tentang tata cara/teknis pelayanan TBC di masa pandemi COVID-19, yaitu :
- Untuk meminimalisir terjadinya penularan Covid-19 kepada terduga TBC dan pasien TBC, maka mekanisme rujukkan spesimen untuk didiagnosis TBC dengan pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) harus dilakukan dengan pengiriman sedian dahak, kecuali pasien dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan rujukan ke RS.
- Pelayanan terhadap pasien TBC harus dijalankan dengan memperhatikan situasi yang terjadi pada masa pandemi Covid-19. Pada beberapa situasi dimana RS rujukan diahlifungsi menjadi RS rujukan Covid-19, maka Dinas Kesehatan Provinsi harus membuat alternatif pemindahan layanan pengobatan TBC-Sensitif Obat (TBC-SO) dan TBC-Resisten Obat (TBC-RO). Dinas Kesehatan Provinsi harus menentukan dan menunjuk RS rujukan lain atau puskesmas satelit terdekat yang dapat dimanfaatkkan oleh pasien TBC untuk mengambil obat dan berkonsultasi. Hal ini terkait tatalaksana kepada pasien TBC, termasuk jika pasien TBC memerlukan rawat inap.
- Untuk meminimalkan terjadinya penularan Covid-19 kepada pasien TBC, maka mekanisme pemantauan minum obat kepada pasien dapat dilakukan dengan metode jarak jauh, misalnya berbasis pemantauan video atau dengan menunjuk petugas kesehatan/kader terdekat untuk mendatangi rumah pasien.
- Mengingat adanya peningkatan jumlah kebutuhan alat pelindung diri (APD) selama pandemi Covid-19, maka APD yang harus disediakan oleh Program TBC meliputi masker N-95 dan masker bedah.
- Dinas Kesehatan Provinsi harus melakukan surveilans secara lebih ketat terhadap pasien yang sedang berobat dan menjaga keberlangsungan pasien meminum obat, sehingga tidak terjadi angka loss to follow up yang tinggi selama pandemi COVID-19.
Langkah-langkah rinci dalam pemberian layanan kepada pasien TBC pada masa pandemi COVID-19 dapat dilihat di link https://covid19.kemkes.go.id/protokol-covid-19/protokol-tentang-pelayanan-tbc-selama-masa-pandemi-covid-19.
Selama masa pandemi Covid-19, keberlangsungan pelayanan TBC harus terus diupayakan dengan memastikan pelayanan terhadap pasien TBC terus berjalan sehingga harapan kita untuk menuju eliminasi TBC di tahun 2030 dapat tercapai. (im)