Metode Deteksi Nested PCR

Peneliti dan litkayasa Balai Litbangkes Baturaja menerima pelatihan uji fungsi alat Real Time (RT) dan Konvensional Polymerase Chain Reaction (PCR) dari distributor alat, PT Sciencewer ke Jakarta. Pelatihan berlangsung selama dua hari, yakni tanggal 23-24 Februari 2021. Pelatihan pada hari pertama dimulai dengan penyampaian materi oleh narasumber, kemudian dilanjutkan dengan praktik mengoperasikan alat RT PCR di laboratorium Biomolekuler. Selanjutnya, di hari kedua peneliti dan litkayasa mempraktikkan cara menggunakan alat Konvensional PCR serta membaca data hasil analisis RT PCR yang telah dilakukan di hari sebelumnya.

Kasi Layanan dan Sarana Penelitian, Febriyanto, SKM., M. Bmd., berharap dengan diadakannya pelatihan ini, baik peneliti di lab. Entomologi, lab. Parasitologi, maupun lab. Biomolekuler dapat mengoptimalkan penggunaan alat tersebut dalam penelitian yang dilakukan.

Selain menggunakan metode RT PCR dan Konvensional, teknik perbanyakan atau replikasi DNA secara in vitro ini juga dapat dilakukan dengan metode deteksi Nested PCR. Nested PCR merupakan salah satu teknik variasi PCR yang menggunakan dua pasang primer dengan spesifisitas yang berbeda. Kedua set primer tersebut digunakan pada tahapan PCR terpisah sehingga dilakukan lebih dari satu kali PCR (PCR Station 2010). Sebab, teknik PCR saja kurang sensitif dan akurat jika tidak digunakan primer yang sesuai sehingga diperlukan variasi teknik PCR seperti nested PCR, Reverse Transcriptase PCR, dan lain-lain untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat (McPherson et al. 2001; Dieffenbach & Dveksler 2003).

Tahapan nested PCR ini dimulai dengan mengamplifikasi untai DNA menggunakan primer dengan spektrum yang lebih luas atau lebih panjang dari DNA target dengan tujuan untuk memastikan bahwa DNA target akan teramplifikasi. Selanjutnya, produk PCR pertama akan diamplifikasi lagi dengan primer yang lebih spesifik terhadap DNA target yaitu menggunakan primer kedua. Primer kedua ini akan mengamplifikasi sekuen internal dari sekuen target primer pertama sehingga sebagai produk akhir akan didapatkan untai DNA atau amplikon yang sangat spesifik (PCR Station 2010).

Nested PCR ini memberikan beberapa keuntungan yaitu akan menghasilkan amplikon yang lebih akurat dan sesuai dengan DNA target yang diinginkan. Namun, nested PCR juga memiliki beberapa kelemahan yaitu sangat rentan terhadap kontaminasi serta membutuhkan lebih banyak waktu dan biaya karena menggunakan dua kali proses PCR. (Dieffenbach & Dveksler 2003).


Isolasi DNA (Wooden et al. 1993)

Sampel disiapkan dan dilakukan isolasi DNA pada sampel yang telah dicacah dan disimpan semalam yaitu dimulai dengan melakukan sentrifugasi sampel pada kondisi 12 000 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan debris sel kemudian supernatan dibuang. Selanjutnya, ditambahkan 1 ml larutan 1xPBS dan disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 5 menit untuk mencuci sampel. Supernatan dibuang kemudian ditambahkan dengan 100 µl ddH2O dan 50 µl larutan 20% chelex-100 lalu dipanaskan menggunakan penangas selama 10 menit. (setiap 5 menit dilakukan vorteks).

Chelex-100 berfungsi untuk mengikat dan mengendapkan protein sehingga DNA dan protein-protein sel lainnya terpisah. Proses pemanasan bertujuan untuk mencampurkan serta mengoptimalkan kerja chelex-100 sehingga chelex dapat mengikat dan mengendapkan protein dan proses isolasi DNA lebih optimal. Selanjutnya, sampel disentrifugasi pada kondisi 12 000 rpm selama 10 menit sehingga protein mengendap dan DNA terdapat di supernatan. Supernatan yang telah mengandung DNA diambil dan dimasukkan dalam tabung mikro yang baru.

Metode PCR adalah nested PCR sehingga produk PCR pertama akan dijadikan cetakan atau templat untuk PCR kedua. Kemudian, produk PCR pertama tersebut dijadikan templat untuk PCR kedua. PCR kedua ini bertujuan untuk mendeteksi spesies spesifik. Pada proses PCR pertama digunakan primer spesifik genus. Kemudian, pada proses PCR kedua digunakan primer spesifik spesies. Primer-primer tersebut dirancang untuk mengamplifikasi gen subunit kecil ribosomal. Master mix PCR pertama dibuat dengan volume total reaksi sebanyak 25 µl yaitu 22.5 µl master mix dan 2.5 µl templat DNA hasil isolasi DNA sebelumnya.

Campuran master mix yang dimasukkan terlebih dulu adalah ddH2O lalu dilanjutkan dengan reagen-reagen secara berurutan dari atas. Pada PCR pertama ini digunakan kontrol positif dan kontrol negatif, kontrol positifnya merupakan DNA P. falciparum, sedangkan kontrol negatif hanya diisi dengan ddH2O dengan volume yang sama dengan volume sampel DNA templat yang digunakan. Selanjutnya, dilakukan proses PCR dengan kondisi PCR sebagai berikut;

Selanjutnya dilanjutkan dengan master mix kedua yang dimasukkan terlebih dulu adalah ddH2O lalu dilanjutkan dengan reagen-reagen secara berurutan dari atas sesuai dengan campuran master mix yang pertama. Pada proses master mix yang kedua dengan volume total reaksi sebanyak 25 µl yaitu 23.5 µl master mix dan 1.5 µl templat DNA produk PCR pertama.

Pada PCR kedua ini, digunakan 1 kontrol positif dan 2 kontrol negatif. Kontrol positif merupakan produk kontrol positif dari hasil PCR pertama, sedangkan kontrol negatif pertama merupakan produk kontrol negatif PCR pertama dan kontrol negatif kedua hanya menggunakan ddH2O. Setelah itu, disiapkan tabung-tabung PCR beserta larutan reaksinya maka dilakukan proses PCR kedua dengan kondisi PCR sebagai berikut:

Pembuatan 2% Gel Agarosa

Sebanyak 2 gr agarosa dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 100 ml buffer 1x TAE. Larutan dipanaskan menggunakan microwave selama 2 menit lalu sebanyak 5 µl larutan 5 % etidium bromida ditambahkan ke dalam larutan tersebut. 28 Etidium bromida berfungsi sebagai pewarna yang akan menyisip pada ikatan hidrogen basa A dan T. Setelah itu, larutan dipanaskan kembali selama ± 30 detik atau digoyangkan perlahan untuk homogenisasi larutan lalu ditunggu hingga cukup dingin agar tidak menyebabkan terbentuknya gelembung saat dituangkan. Setelah cukup dingin, larutan dituangkan ke dalam cetakan dan ditunggu ± 45 menit supaya gel mengeras. Erlenmeyer yang telah digunakan untuk membuat gel dicuci dengan sabun yang mengandung NaOCl. Gel agarosa diletakkan di chamber elektroforesis, kemudian ditambahkan buffer 1x TAE hingga gel terendam.

Elektroforesis Hasil PCR

Sampel hasil PCR di spin down untuk menurunkan sisa-sisa larutan pada dinding tabung. Disiapkan parafilm lalu diteteskan 2 µl loading dye ke parafilm tersebut. Loading dye ini mengandung 0.25% bromophenol blue, 0.25% xylenecyanol FF, dan 30% gliserol. Bromophenol blue dan xylene cyanol berfungsi sebagai bahan pewarna sedangkan gliserol berfungsi sebagai pemberat sampel saat elektroforesis. Kemudian, 4 µl sampel diresuspensi dengan 2 µl loading dye yang telah disiapkan. Sebanyak 6 µl campuran sampel dan loading dye tersebut di-loading ke dalam sumur elektroforesis. Elektroforesis dilakukan pada kondisi 80 volt selama 60 menit. Perlu diperhatikan posisi peletakkan agar di dalam chamber elektroforesis yaitu memperhatikan letak katoda dan anodanya. Pada kondisi netral (pH 7-8), DNA bermuatan negatif sehingga DNA akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif dalam medan arus listrik. Kutub negatif pada elektroda dapat dilihat dari penandanya atau dari gelembung gas yang terbentuk, kutub negatif menghasilkan gelembung gas yang lebih banyak dibandingkan kutub positif.

Visualisasi Hasil Elektroforesis

Visualisasi hasil elektroforesis menggunakan UV transiluminator (Gel Doc) kemudian hasilnya di print menggunakan printer khusus. Hasil positif ditandai dengan munculnya pita DNA target dan hasil negatif tidak ada munculnya pita DNA target. (SEW)