Pemanfaatan Lethal Ovitrap dalam Surveilans Vektor Dengue

Pada Senin (29/7) hingga Jumat (2/8), tim surveilan Loka Labkesmas Baturaja melaksanakan pengumpulan sampel pada kegiatan survei “Pemanfaatan Lethal Ovitrap dalam Surveilans Vektor Dengue dan Gambaran Implementasi Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik”. Kegiatan surveilan ini dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yakni di wilayah Puskesmas Makrayu dan Puskesmas Sosial Kota Palembang dan wilayah Puskesmas Gumawang dan Puskesmas Rawabening Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur.

Kegiatan survei ini bertujuan untuk memberikan data indeks jentik sebelum dan sesudah intervensi penggunaan lethal ovitrap sebagai acuan untuk pengembangan program pengendalian vektor dengue. Masyarakat dapat secara mandiri membuat perangkat pengendalian populasi nyamuk.  Selain itu, survei ini menjadi bahan evaluasi program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik yang dilaksanakan di wilayah Kota Palembang dan Kabupaten OKU Timur.

Adapun kegiatan yang dilakukan selama pengumpulan sampel ialah pemasangan kertas saring dan penggantian air rendaman Jerami pada gelas ovitrap di 100 rumah/bangunan di tiap wilayah Puskesmas serta survei jentik di rumah/bangunan dan beberapa tempat-tempat umum (TTU) yang dipasang lethal ovitrap.

Meskipun pencegahan dengue sudah dilakukan, namun pada saat ini tetap bertumpu pada pengendalian vektor yang memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif. Berbagai gerakan nasional telah dimulai sejak tahun 1980-an dari larvasida, fogging fokus, kelambu dan 3M (menutup, menguras, dan mendaur ulang barang bekas), juru pemantau jentik (jumantik), pemberantasan sarang nyamuk (PSN), communication for behavioral impact (COMBI) sampai dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik atau yang dikenal sebagai G1R1J. Terlepas dari upaya-upaya pengendalian vektor yang sudah digiatkan, angka dengue di Indonesia terus bertambah dengan dampak yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Dua kegiatan utama pengendalian vektor secara nasional meliputi surveilans dan pengendalian vektor. Surveilans vektor meliputi pengamatan dan penyelidikan bioekologi, status kevektoran, status resistensi vektor terhadap insektisida, dan efikasi insektisida. Sementara itu, pengendalian vektor meliputi pengendalian vektor terpadu baik metode fisik, biologi, kimia dan pengelolaan lingkungan. Informasi mengenai pengamatan dan penyelidikan bioekologi, status kevektoran, status resistensi vektor terhadap insektisida, dan efikasi insektisida yang rutin dari waktu ke waktu untuk vektor dengue di tingkat kabupaten/provinsi belum tersedia.

Implementasi program pengendalian vektor melalui kegiatan PSN 3M plus melalui G1R1J di masyarakat masih belum optimal. Partisipasi aktif masyarakat yang merupakan kunci dalam program ini dirasakan masih kurang. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa secara nasional jumlah rumah tangga yang melakukan PSN sebesar 31,2% dan bervariasi di level provinsi pada kisaran 16,2% sampai 43,6% (Kementerian Kesehatan, 2018). Selain itu, persentase rumah tangga yang melakukan PSN hanya 29,4% di perdesaan dan 32,7% di perkotaan. Angka ini menunjukkan bahwa kegiatan PSN baik di desa maupun kota masih belum optimal dilakukan.

Meskipun demikian, berbagai inovasi lokal telah banyak dilakukan di daerah-daerah dari waktu ke waktu untuk pencegahan dengue antara lain, melakukan penanaman tanaman pengusir nyamuk, pelibatan anak-anak dalam pemantauan jentik, penerapan kebijakan lokal untuk mengurangi gigitan nyamuk dan pengelolaan tempat perindukan seperti kebijakan penggunaan celana panjang dan lengan panjang untuk ke sekolah, serta penggantian bak dengan ember agar mudah dibersihkan. Keterlibatan masyarakat sejak awal kegiatan, partisipasi masyarakat untuk mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri perlu diapresiasi. Demikian pula, dorongan terhadap inovasi-inovasi lokal dalam penguatan upaya pengendalian vektor.

Upaya pengendalian vektor DBD paling efektif dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dan secara tidak langsung juga akan mendapatkan data tentang populasi vektor DBD di setiap wilayah, seperti Container Index (CI), House Index (HI), Breteau Index (BI), Pupae Index (PI) dan Ovitrap Index (OI) yang menjadi parameter entomologis sangat diperlukan. Dan saat ini, upaya pemberantasan vektor penyakit Dengue hanya dapat berhasil apabila seluruh masyarakat berperan secara aktif dalam melakukan kegiatan PSN 3M Plus melalui gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.1  Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang dicanangkan pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD, melalui pembudayaan PSN 3M PLUS.  Gerakan ini menitikberatkan pada keaktifan anggota rumah tangga yang berperan sebagai Jumantik Rumah. Jumantik Rumah adalah anggota keluarga di dalam satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan dan pemberantasan jentik di rumahnya.3 Implementasi gerakan ini bervariasi di setiap kabupaten/kota, meskipun telah ada 111 kabupaten yang memiliki SK Tim G1R1J.

Disamping itu, survei telur terbukti cukup efektif mendeteksi keberadaan nyamuk Ae. aegypti di suatu daerah, bahkan pada saat kepadatan vektor berada pada level rendah. Alat yang digunakan dalam survei telur disebut ovitrap (perangkap telur). Ovitrap juga murah dan mudah untuk disiapkan serta digunakan di daerah luas dan relatif cepat mendapatkan hasilnya. Ovitrap dapat digunakan oleh petugas tanpa pelatihan khusus. Penggunaan perangkap telur (ovitrap) terbukti berhasil menurunkan densitas vektor di beberapa negara. Cara ini telah berhasil dilakukan di Singapura dengan memasang 2000 ovitrap di daerah endemis DHF. 

Sementara itu, modifikasi ovitrap dengan menambahkan zat atraktan terbukti dapat meningkatkan jumlah telur yang terperangkap.  Atraktan dapat berasal dari kandungan tanaman yang mudah ditemukan di sekitar masyarakat atau bahan lain yang mempunyai aroma dan zat yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur.  Atraktan air rendaman jerami merupakan atraktan terbaik yang menghasilkan persentase telur lebih banyak dibandingkan air bekas kolonisasi larva dan kontrol.

Sejauh ini, hasil yang telah di dapatkan di beberapa kali kegiatan menunjukkan untuk wilayah Puskesmas Makrayu dengan data kontainer positif (CI) 32%,  rumah positif diperiksa (HI) 57,67 %, dan ABJ 42,35%. Puskesmas Sosial CI 29,3%, HI 63,50%, ABJ 36,49%. Sedangkan untuk wilayah Puskesmas Gumawang dengan data Kontainer positif (CI) 19,2%, rumah positif diperiksa (HI) 52,5%, dan ABJ 47,5%. Puskesmas Rawa Bening CI 14,2%, HI 34,5, ABJ 65,5%. Sedangkan untuk hasil perangkap telur (Ovitrap) lebih dari 90% rumah terdapat telur Aedes yang terperangkap pada kertas saring (ovistrip) yang dipasang.

Kegiatan ini tentunya masih terus berlangsung, dan harapannya mampu memberikan kontribusi positif cepat tanggap didalam penyusunan langkah strategi pengendalian yang akan dilakukan oleh program baik di Kota Palembang maupun Kabupaten OKU Timur. (df/feb)