Cegah AKI dan AKB!

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur jumlah kematian perempuan akibat komplikasi selama kehamilan, persalinan, atau dalam periode 42 hari setelah persalinan, per 100.000 kelahiran hidup. AKI menjadi salah satu tolok ukur penting dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan ibu di suatu negara.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, AKI setelah melahirkan mencapai 189 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka ini membuat Indonesia menempati peringkat kedua kasus AKI tertinggi di ASEAN. Sementara itu, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, AKI per Januari 2023 masih berada di kisaran 305 per 100 ribu kelahiran hidup.

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah indikator yang mengukur jumlah kematian bayi yang terjadi dalam satu tahun pertama kehidupan per 1.000 kelahiran hidup. AKB mencakup kematian yang terjadi pada periode neonatal (0-28 hari) dan postneonatal (28 hari hingga 1 tahun).

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2022 berdasarkan data dari BPS adalah sekitar 23,5 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dekade sebelumnya, masih diperlukan upaya signifikan untuk mencapai target SDGs, yaitu 12 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.

Penyebab kematian ibu hamil umumnya berkaitan dengan komplikasi selama kehamilan, persalinan, dan periode pasca-persalinan. Berikut beberapa penyebab utama kematian ibu hamil di Indonesia:

  1. Perdarahan (Hemorrhage): Perdarahan, terutama perdarahan pasca-persalinan (PPH), adalah salah satu penyebab utama kematian ibu. Ini bisa terjadi karena robekan pada rahim, trauma saat persalinan, atau masalah dengan plasenta seperti plasenta previa.
  2. Preeklampsia dan Eklampsia: Preeklampsia adalah kondisi yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kerusakan organ (biasanya ginjal) pada ibu hamil. Jika tidak segera ditangani, preeklampsia bisa berkembang menjadi eklampsia, yang disertai kejang dan mengancam jiwa.
  3. Infeksi (Sepsis): Infeksi selama kehamilan, saat persalinan, atau pasca-persalinan dapat menyebabkan sepsis. Infeksi ini dapat terjadi di rahim, saluran kemih, atau luka bekas operasi dan memerlukan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
  4. Komplikasi Persalinan (Obstructed Labor): Ketika bayi tidak dapat dilahirkan secara normal karena posisi yang tidak tepat atau ukuran bayi yang terlalu besar, ibu berisiko mengalami persalinan macet (obstructed labor). Tanpa penanganan yang tepat, ini bisa menyebabkan kematian ibu.
  5. Gangguan Penyakit Jantung dan Kardiovaskular: Penyakit jantung atau masalah kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya bisa diperburuk selama kehamilan, yang menyebabkan risiko kematian bagi ibu.
  6. Emboli Air Ketuban: Kondisi langka di mana cairan ketuban masuk ke dalam aliran darah ibu selama persalinan atau segera setelah melahirkan. Ini dapat memicu reaksi berbahaya yang menyebabkan kesulitan pernapasan dan kegagalan organ.
  7. Abortus Tidak Aman: Praktik aborsi yang tidak aman dan tidak dilakukan oleh tenaga medis berkompeten juga dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti perdarahan hebat dan infeksi, yang berujung pada kematian ibu.
  8. Kekurangan Akses pada Perawatan Kesehatan yang Berkualitas: Di daerah terpencil atau dengan fasilitas kesehatan terbatas, ibu hamil sering tidak mendapatkan perawatan yang memadai selama kehamilan atau saat persalinan, yang meningkatkan risiko kematian.
  9. Anemia Berat: Ibu hamil yang mengalami anemia berat (rendahnya kadar hemoglobin dalam darah) lebih rentan mengalami komplikasi selama persalinan dan periode pasca-persalinan, yang bisa berujung pada kematian.
  10. Komplikasi akibat Penyakit Kronis: Penyakit kronis seperti diabetes atau HIV/AIDS yang tidak terkontrol selama kehamilan juga bisa memperburuk kondisi kesehatan ibu, berisiko menyebabkan kematian.

Penyebab angka kematian bayi di Indonesia bisa dibagi menjadi beberapa faktor utama, baik dari aspek kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Berikut adalah beberapa penyebab umum:

  1. Prematuritas dan Berat Lahir Rendah (BBLR): Bayi yang lahir prematur atau dengan berat badan rendah memiliki risiko kematian lebih tinggi karena organ-organ tubuhnya belum berkembang sempurna.
  2. Asfiksia Neonatal: Asfiksia terjadi ketika bayi kekurangan oksigen saat proses persalinan atau setelah lahir, yang bisa menyebabkan kerusakan otak dan organ penting lainnya.
  3. Infeksi: Infeksi seperti sepsis, pneumonia, meningitis, atau tetanus neonatorum dapat menyebabkan kematian bayi, terutama jika tidak segera diatasi dengan pengobatan yang tepat.
  4. Kegagalan Pernafasan: Kondisi di mana bayi tidak dapat bernapas dengan baik akibat masalah kesehatan pernafasan atau kelainan kongenital.
  5. Kelainan Kongenital (Bawaan): Bayi yang lahir dengan kelainan bawaan, seperti masalah jantung, sistem saraf, atau kelainan lainnya, memiliki risiko lebih tinggi untuk meninggal dalam tahun pertama kehidupannya.
  6. Kurangnya Perawatan Kesehatan Selama Kehamilan dan Kelahiran: Minimnya akses ke fasilitas kesehatan yang layak, terutama di daerah terpencil, bisa menghambat upaya pencegahan dan penanganan komplikasi selama persalinan dan perawatan bayi.
  7. Gizi Buruk Pada Ibu: Ibu hamil dengan gizi buruk berisiko melahirkan bayi yang memiliki kondisi kesehatan yang buruk, termasuk berat lahir rendah dan perkembangan organ yang tidak optimal.
  8. Kondisi Ekonomi dan Sosial: Kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan ibu dan bayi juga berkontribusi terhadap tingginya angka kematian bayi, karena keterbatasan akses ke perawatan medis yang berkualitas.

8 Langkah Mencegah Kematian Ibu Hamil dan Bayi

  1. Rentang usia hamil; kehamilan ideal pada usia 20-35 tahun.
  2. Kontrol kehamilan; periksa kehamilan minimal setiap 3 bulan sekali atau lebih.
  3. Libatkan keluarga; dampingi istri bersalin di pelayanan kesehatan.
  4. Inisiasi menyusui dini (IMD); segera berikan asi sesaat setelah bayi dilahirkan.
  5. Perawatan metode kangguru; bertujuan untuk memberi kehangatan dan meningkatkan tumbuh kembang bayi.
  6. ASI eklusif; berikan hanya ASI hingga bayi berusia 6 bulan.
  7. Dua anak lebih baik dan atur jarak kelahiran lebih dari 2 tahun
  8. Tunda usia perkawinan dini

 

sumber: Tim BAB PPN Loka Labkesmas Baturaja